Jakarta, warnaberita.com - Deputi Bidang Industri dan Investasi Kementerian Pariwisata, Rizki Handayani, Selasa (27/5), mengatakan pengawasan perizinan berusaha berbasis risiko diharapkan dapat berjalan seiring dengan segala masukkan dan hambatan yang diidentifikasi dan diselesaikan berdasarkan diskusi bersama lintas sektor.
Sehingga tercipta ekosistem pengawasan dan kualitas pelayanan pariwisata yang lebih baik.
Ia menyebut pengawasan perlu dilakukan agar wisatawan mendapat pengalaman yang baik selama berwisata. Hal ini menjadi tanggung jawab bersama lintas kementerian/lembaga.
Baca Juga: Bedah Buku Jaya Prana Layonsari, Pemerintah Buleleng Dorong Literasi Lewat Kearifan Lokal
“Kami memahami banyak standar-standar yang belum kita punyai dan pedoman yang belum dibuat oleh Kemenpar yang terkait dengan risiko tinggi. Namun tidak menutup kemungkinan pada forum ini bisa memberikan masukan kepada kami di Kemenpar maupun kepada dinas,” kata Rizki.
Kementerian Pariwisata sendiri telah mengembangkan Sistem Informasi Pengawasan Standar Usaha Pariwisata. Yang di dalamnya meliputi data tentang usaha-usaha pariwisata yang sudah tersertifikasi atau sudah menerapkan standar. Saat ini sistem tersebut masih dalam tahap penyempurnaan, agar bisa dimanfaatkan secara optimal.
Asisten Deputi Bidang Percepatan Investasi dan Hilirisasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Ichsan Zulkarnaen mengatakan pengawasan itu menjadi kunci dalam menjalankan perizinan berusaha berbasis risiko.
Baca Juga: Semangat Gotong Royong Kunci Keberhasilan Subak di Buleleng
“Kita bersama-sama bisa bersinergi, memperkuat pengawasan perizinan berusaha berbasis risiko ini sebagai bagian untuk membangun bangsa dan mewujudkan ekosistem usaha yang sehat yang berkelanjutan dan juga yang inklusif,” kata Ichsan.
Sementara, Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Kebijakan Wilayah dan Sektor, Kementerian Lingkungan Hidup, Widhi Handoyo menyampaikan salah satu yang perlu diperhatikan dalam perizinan usaha berisiko tinggi adalah persetujuan lingkungan yang menjadi jantungnya sistem perizinan di Indonesia.
“Sebab secara legal sesuai UU Cipta Kerja Perizinan Berusaha untuk usaha dan kegiatan tidak dapat diterbitkan tanpa adanya persetujuan lingkungan,” kata Widhi.
Baca Juga: Pemkab Jembrana Segera Luncurkan Program Kredit Bersubsidi untuk PMI dan PPLN
Sementara, Direktur Bina Sistem Pengawasan Ketenagakerjaan, Kementerian Ketenagakerjaan, Yuli Adiratna mengungkapkan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) diperlukan sebagai fondasi industri pariwisata Indonesia yang berkelanjutan.
“Dalam implementasinya diperlukan komitmen dan aksi nyata lintas sektor secara konsisten, seperti joint inspection dan menyusun panduan K3 Pariwisata,” ujar Yuli. (*)