Jakarta, Warnaberita.com – Indonesia merupakan salah satu negara dengan risiko gempa bumi tertinggi di dunia karena berada di jalur cincin api Pasifik.
Menyadari hal tersebut, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terus memperkuat riset dan inovasi di bidang kebencanaan, salah satunya melalui pengembangan alat Akselerograf Rakyat Indonesia (ARI) sebagai teknologi mitigasi gempa bumi.
Alat ARI berfungsi merekam percepatan tanah dan memberikan informasi intensitas gempa (MMI). Ke depan, perangkat ini akan dikembangkan menjadi Earthquake Early Warning System (EEWS) atau sistem peringatan dini gempa bumi.
“Gelombang P merupakan getaran pertama yang tercatat saat gempa bumi berlangsung dan belum dirasakan manusia. ARI dapat mencatat gelombang ini dengan cepat sebagai data awal guncangan tanah,” ungkap Agustya Adi Martha, Periset Ahli Madya Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air (PRLSDA), Organisasi Riset Kebumian dan Maritim (ORKM) BRIN, dilansir dari laman BRIN, Jumat (31/10).
Ke depannya, ARI akan ditingkatkan untuk mendukung peringatan dini sebelum gelombang S yang menyebabkan guncangan kuat tiba.
Agus menjelaskan bahwa waktu antara gelombang P dan gelombang S disebut golden time, yakni waktu krusial untuk menyelamatkan diri atau mengirimkan peringatan dini sebelum gempa terasa.
“Golden time inilah yang bisa kita manfaatkan ketika guncangan kuat akibat gempa bumi belum terjadi,” jelasnya.
Agus menegaskan bahwa keunggulan utama ARI dibandingkan produk accelerograph buatan luar negeri terletak pada biaya produksi dan perawatan yang jauh lebih murah, karena seluruh komponennya menggunakan material dalam negeri dan dapat diperbaiki oleh teknisi lokal.
Selain itu, ARI mampu mengirimkan data secara real-time melalui jaringan GSM, Wi-Fi, ataupun sistem LoRa, yang dapat menjangkau wilayah tanpa sinyal seluler.
“Secara teknologi mungkin kita masih mengejar Jepang, Jerman, dan Amerika. Namun yang paling utama adalah kemandirian teknologi di Indonesia. Dengan membangun manufaktur sendiri, kita bisa memperbaikinya dengan mudah, biaya perawatan lebih murah, dan seluruh bahan baku perangkat berasal dari dalam negeri,” bebernya.
Saat ini, ARI telah dipasang di beberapa lokasi di Cianjur, Lampung, dan Jawa Barat untuk tahap pengujian riset.
“Kami telah bekerja sama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cianjur dalam mengaplikasikan penggunaan alat ini. Sebanyak sepuluh unit ARI telah dipasang pada titik-titik strategis di wilayah tersebut,” terang Agus.
Menurutnya, data real-time yang dihasilkan ARI sangat berharga bagi para periset BRIN.
Selama ini, penelitian kebencanaan sering terkendala oleh keterbatasan data gempa yang akurat dan berkelanjutan.
Dengan adanya ARI, peneliti dapat memperoleh data percepatan tanah secara langsung untuk dianalisis lebih lanjut.
Data tersebut dapat dimanfaatkan untuk publikasi ilmiah, pengembangan teknologi, hingga penciptaan prototipe yang siap dikomersialisasikan.
Beberapa industri dalam negeri bahkan telah menunjukkan minat untuk melisensi produk ini, menandakan bahwa ARI memiliki potensi besar untuk memasuki tahap industrialisasi. (*)
