Jakarta, warnaberita.com - Wakil Menteri Perdagangan Dyah Roro Esti Widya Putrimenyatakan, Indonesia siap menghadapi dampak kebijakan perdagangan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Indonesia akan mengedepankan strategi diplomasi perdagangan, mempererat solidaritas regional ASEAN, dan mempercepat diversifikasi pasar ekspor merespons kebijakan tarif resiprokal (timbal balik) yang diterapkan AS.
Hal ini disampaikan Wamendag Roro dalam pidato kuncinya pada “Public Forum: Regional Response to Trump 2.0”yang diselenggarakan Pusat Studi Strategis dan Internasional (Centre for Strategic andInternational Studies/CSIS) Indonesia di Auditorium CSIS, Pakarti Center Building, Jakarta, Kamis, (10/4).
Baca Juga: Songkran World Water Festival, Bangkok Jadi Taman Bermain Air
“Menanggapi kebijakan tarif tersebut, Presiden RI Prabowo Subianto telah menginstruksikan kabinetnya untuk bergerak maju dengan beberapa strategi. Strategi tersebut meliputi diplomasi, solidaritas regional, dan diversifikasi jangka panjang. Indonesia akan terus mengupayakan pertumbuhan perdagangan yang berkelanjutan sesuai visi jangka panjang Pemerintah Indonesia,” tegas Wamendag Roro.
Tarif resiprokal merupakan langkah yang diambil Presiden AS Donald Trump untuk mengenakan tarif terhadap negara-negara yang dianggap memiliki hambatan perdagangan tinggi terhadap AS, termasuk Indonesia.
Indonesia awalnya terkena tarif resiprokal sebesar 32 persen. Namun, sementara ini barang-barang Indonesia yang masuk ke AS hanya dikenakan tarif impor 10 persen setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan jeda 90 hari penangguhan penerapan tarif resiprokal tersebut guna membuka ruang negosiasi lebih lanjut, kecuali terhadap Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
Baca Juga: Indonesia-Turkiye Bahas Kondisi Geopolitik dan Kemanusiaan Palestina
“Ini merupakan peluang yang harus dimanfaatkan secara strategis. Untuk itu, Presiden RI Prabowo Subianto menginstruksikan kabinetnya agar segera mengambil langkah terstruktur dan konstruktif dalam menghadapi situasi ini,” ujar Wamendag Roro.
Pertama, Indonesia akan menggunakan pendekatan diplomatik, baik di tingkat federal maupun negara bagian, serta menjalin komunikasi dengan pelaku bisnis AS yang bergantung pada bahan baku dan produk dari Indonesia.
Fokus negosiasi tersebut mencakup sektor-sektor padat karya seperti tekstil dan garmen, alas kaki, ban karet, elektronik dan otomotif, serta produk kelapa sawit dan turunannya.
Baca Juga: Kota Phu Quoc Bersiap Jadi Tuan Rumah APEC 2027
Kedua, Indonesia juga mendorong solidaritas regional ASEAN. Menurut Wamendag Roro, ASEAN harus bertindak sebagai satu kesatuan agar pengaruh ASEAN tetap kuat di platform global.
Untuk itu, Indonesia mendukung Malaysia selaku Ketua ASEAN untuk memulai dialog regional ASEAN dengan AS. Tidak hanya itu, Indonesia bekerja sama dengan negara-negara anggota ASEAN untuk mengoordinasikan analisis teknis dampak tarif resiprokal, mengembangkan strategi penyampaian pesan bersama, dan mendorong mekanisme kerja sama regional, seperti Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP) dan Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership/CPTPP).
Wamendag Roro menambahkan, dalam Retret Menteri Ekonomi ASEAN di Johor, Malaysia (28/2) lalu, salah satu usulan Indonesia adalah mendorong penyusunan non-paper yang menekankan pentingnya sentralitas ASEAN di tengah ketegangan perdagangan global. Sentralitas tersebut juga telah digaungkan kembali oleh Menteri Perdagangan Budi Santoso dalam pertemuan virtual bersama Menteri Perdagangan ASEAN, Kamis, (10/4) sebagai upaya mewujudkan persatuan.
Baca Juga: Kasus Pelecehan Keluarga Pasien, KKI Nonaktifkan STR Pelaku
“Hal tersebut diharapkan memberikan dorongan bagi negara-negara ASEAN untuk berunding dengan AS guna meningkatkan perdagangan dan investasi di masa mendatang. Hingga saat ini, sebagian besar negara ASEAN memilih untuk fokus pada jalur negosiasi,” ungkap Wamendag Roro.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, ASEAN menempati peringkat kelima sebagai pasar ekspor terbesar bagi produk pertanian AS dengan total nilai perdagangan mencapai USD 306 miliar pada 2024.
Dari jumlah tersebut, Indonesia mencatatkan surplus perdagangan terhadap AS sebesar USD 14,34 miliar. Angka-angka ini mencerminkan kedalaman sekaligus kompleksitas hubungan perdagangan antara kedua pihak.
Baca Juga: Cek Kesehatan Gratis di Puskesmas, Ketahui Tiga Hal Ini
Ketiga, Pemerintah Indonesia juga melakukan diversifikasi pasar ekspor dengan mempercepat penyelesaian lima perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA), yaitu Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia—Kanada (Indonesia–Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement/ICA—CEPA), Indonesia–Peru CEPA, dan Indonesia–EU CEPA. Berikutnya, Perjanjian Preferensi Perdagangan Indonesia—Iran (Indonesia—Iran Preferential Trade Agreement/PTA) dan Amandemen Protokol Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA).
Dengan perjanjian-perjanjian tersebut, Indonesia diharapkan dapat memperluas akses pasar,memperkuat ketahanan perdagangan dalam negeri, dan menciptakan lebih banyak lapangan kerja.
Selanjutnya, Wamendag Roro berujar, diversifikasi pasar bukan sekadar respons terhadap kebijakan AS, tetapi bagian dari strategi jangka panjang Indonesia untuk membangun ekonomi yang tangguh dan inklusif. Tidak hanya itu, Wamendag Roro mengutarakan, Indonesia berencana menghidupkan kembali forum kerja sama bilateral Indonesia—AS melalui Trade and Investment Framework Agreement/TIFA) yang terakhir dilaksanakan pada 2018. Melalui TIFA, Indonesia berharap dapat membahas isu dan kebijakan perdagangan, serta investasi yang menjadi perhatian kedua negara secara lebih sistematis. (*)