Jakarta, warnaberita.com - Keputusan Presiden AS Donald Trump pada 9 April 2025 yang menunda pemberlakuan sebagian tarif memberikan ruang bagi Indonesia untuk mengatur langkah.
Penundaan yang bersifat sementara, yaitu selama 90 hari, perlu dijadikan momentum untuk melakukan negosiasi, seperti disampaikan Ketua Komisi VII Saleh Partaonan Daulay.
Ia menilai kebijakan tarif 32 persen oleh AS perlu disikapi dengan benar oleh pemeritah.
Baca Juga: Dirjen Sains dan Teknologi Kemdiktisaintek Serap Aspirasi Literasi Masyarakat Kalimantan Selatan
"Cara menyikapinya tentu dengan negosiasi, paling tidak agar diseimbangkan (kebijakan tarif). Kedua tentu kita di dalam negeri harus meningkatkan daya saing barang-barang kita, sehingga dengan adanya peningkatan daya saing barang-barang kita bukan hanya lagi kita mengejar ekspor ke Amerika, tetapi buka pasar baru. Eropa, Timur Tengah, dan Afrika saya kira itu menjanjikan untuk pasar kita," jelas Saleh dikutip dari laman DPR RI, Minggu (13/4).
Selanjutnya, ia juga menilai pemerintah perlu mewaspadai persaingan pada masa akan datang. “Sehingga, perusahaan perlu mengikuti program agar sektor sumber daya manusia khususnya, pelatihan kerjanya semakin maju," kata Politisi Fraksi PAN ini.
Tarif resiprokal ini diprediksi kian memukul sektor padat karya Indonesia yang selama ini tergantung pasar AS, dan menyumbang besar pada ekspor serta lapangan kerja. Gelombang PHK dan perlambatan ekonomi menjadi ancaman di depan mata.
Baca Juga: Doechii, Robyn dan Jamie XX Jadi Headline Festival di Los Angeles, Sambut Koleksi Anyar H&M
Diketahui, AS menetapkan tarif resiprokal dasar sebesar 10 persen mulai 5 April 2025. Namun, bagi Indonesia, tarif khusus sebesar 32 persen sedianya akan berlaku mulai 9 April. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan tarif yang dikenakan kepada Jepang (24 persen), Uni Eropa (20 persen), bahkan Korea Selatan (25 persen).
Pemerintah memberikan sinyal siap melunak terkait hambatan nontarif. Sejauh mana kompensasi dan take-and-give kedua pihak sangat tergantung kekuatan diplomasi Indonesia.
Baca Juga: Film Qodrat 2 Tembus Lebih dari 1,7 Juta Penonton, Siap Tayang di 9 Negara
Sejumlah pengamat mendesak pemerintah meminta penundaan tarif resiprokal dan menegosiasikan kembali skema Generalized System of Preferences (GSP) agar tetap bisa mengakses pasar AS. (*)