Tehran, warnaberita.com – Pesatnya perkembangan kecerdasan artifisial atau Artificial Intelligence (AI) tengah menjadi sorotan global.
Teknologi ini membuka peluang besar di segala aspek, namun tanpa kerangka regulasi yang adil, etis, dan adaptif, AI berisiko menciptakan masalah baru yang kompleks.
Inilah yang menjadi perhatian utama dalam Ministerial Meeting (Pertemuan Tingkat Menteri) ke-2 of the Organisation of Islamic Cooperation (OIC-15) Dialogue Platform, Senin (19/5/2025).
Baca Juga: Wamenkeu Thomas Djiwandono Dampingi Ketua DEN Bertemu Menlu Tiongkok, Ini yang Dibahas
Acara ini juga dihadiri oleh Hossein Simaei Sarraf, Menteri Ilmu Pengetahuan, Riset, dan Teknologi Republik Islam Iran, para Menteri dan Kepala Delegasi dari Negara-Negara Anggota OIC-15, dan Aftab Ahmad Khokher Sekretariat OIC.
Di forum tersebut, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia, Brian Yuliarto, menyampaikan enam tantangan utama yang perlu segera direspon negara-negara OIC dalam mengelola perkembangan AI yakni regulasi, infrastruktur digital, penguatan sumber daya manusia, otoritas data, pembaruan panduan pemanfaatan teknologi, dan peran organisasi profesi.
“Perkembangan AI harus disertai regulasi yang melindungi kepentingan semua pihak, khususnya dalam hal big data, privasi, dan etika penggunaan teknologi,” tegas Menteri Brian.
Ia juga menekankan pentingnya adaptasi kebijakan agar tetap relevan dalam menghadapi percepatan inovasi.
Baca Juga: IPA Convex 2025 Dibuka Presiden Prabowo
Sebagai langkah konkret, Menteri Brian memperkenalkan inisiatif Impactful Higher Education, Science, and Technology yang baru diluncurkan oleh kementerian.
Program ini bertujuan menjembatani kampus, industri, dan masyarakat dalam memanfaatkan AI secara inklusif dan berkelanjutan.
“Dengan penerapan AI yang konkret, masyarakat dapat merasakan manfaat langsung, sektor swasta terdorong untuk berinovasi, dan akses terhadap teknologi menjadi lebih merata,” ujarnya.
Baca Juga: XLSMART Jalin Kerja Sama dengan 2 Perusahaan Teknologi Global
Pernyataan Brian sejalan dengan semangat kolaborasi negara-negara OIC yang diwakili oleh 1,8 miliar penduduk di empat benua.
Dalam sambutannya, ia juga menyinggung potensi besar yang dimiliki dunia Islam dalam membentuk tatanan digital global berbasis nilai dan keadilan.
“Kita perlu menciptakan sistem komprehensif dan kebijakan yang visioner. Pertumbuhan AI tidak bisa dihindari, yang penting adalah bagaimana kita membentuk penggunaannya agar bermanfaat bagi masyarakat,” katanya.
Dengan landasan sejarah bahwa dunia Islam pernah menjadi pusat peradaban ilmu pengetahuan, Brian menyerukan kebangkitan bersama dalam sains dan teknologi, khususnya AI.
Baca Juga: Wamenpar Tegaskan Praktik Pungli Tak Boleh Terjadi Lagi di Destinasi
“Mari bersama-sama membangun dunia Muslim yang tangguh, inovatif, dan saling terhubung, yang mampu kembali memimpin dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan pembangunan masyarakat. Kini saatnya negara-negara Islam bergerak bersama membangun kerangka regulasi yang adil, etis, dan adaptif, sehingga AI menjadi solusi dan bukan ancaman, bagi masa depan bersama," pungkasnya. (*)