Denpasar, warnaberita.com - Pemerintah Provinsi Bali mencatat sebanyak 298 organisasi kemasyarakatan (Ormas) telah resmi terdaftar di wilayah Bali dengan mengantongi Surat Keterangan Terdaftar (SKT).
Ormas-ormas ini bergerak di berbagai bidang seperti sosial, kemanusiaan, kepemudaan, kebudayaan, lingkungan, dan kebangsaan.
Gubernur Bali, Wayan Koster, dalam konferensi pers yang digelar di Depan Gedung Gajah, Jayasabha, Denpasar pada Senin (12/5), menegaskan bahwa penerbitan SKT tidak bersifat otomatis. Pemerintah memiliki kewenangan untuk tidak menerbitkan SKT terhadap ormas yang dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, peraturan perundang-undangan, serta norma-norma yang berlaku di Bali.
Baca Juga: Huawei Dorong Transformasi Digital Industri Penerbangan
“Pemerintah bukan hanya bertugas secara administratif. Kami berhak melakukan penilaian dan evaluasi mendalam terhadap ormas yang mengajukan SKT. Jika ditemukan indikasi bahwa suatu ormas dapat meresahkan masyarakat, seperti melakukan tindakan kekerasan, apalagi sampai mengancam nyawa, maka kami berhak menolak permohonan SKT tersebut,” ujar Koster didampingi oleh unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Bali.
Gubernur Koster juga menekankan bahwa keberadaan ormas seharusnya menjadi bagian dari solusi dalam menjaga harmoni sosial, bukan justru menjadi pemicu konflik. Oleh karena itu, sikap selektif pemerintah dalam memberikan SKT adalah upaya untuk memastikan bahwa setiap ormas yang beroperasi di Bali benar-benar membawa nilai-nilai positif dan mendukung kehidupan bermasyarakat yang damai dan tertib.
“Penerbitan SKT adalah bentuk pengakuan negara terhadap ormas yang menjalankan peran konstruktif, bukan hak mutlak yang bisa dituntut begitu saja. Ini demi menjaga ketertiban dan kedamaian di Bali,” tambahnya.
Baca Juga: Percepat Transformasi Digital, Kampus Diharap Terapkan Ijazah Digital
Gubernur juga menjelaskan bahwa keamanan dan ketertiban Bali saat ini sudah ditangani secara sistematis oleh aparat negara, yaitu TNI dan Polri, serta didukung oleh sistem pengamanan lokal berbasis kearifan tradisional Bali melalui Sipandu Beradat dan Bankamda.
Sistem ini merupakan gabungan antara unsur Pecalang, Linmas, Bhabinkamtibmas, dan Babinsa, yang bersinergi menjaga keamanan di lingkungan desa adat. Payung hukum sistem ini tertuang dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 26 Tahun 2020 sebagai turunan dari Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019.
Baca Juga: Percepat Transformasi Digital, Indonesia Jadikan Dua UU EU Ini Acuan Susun Regulasi
Dengan adanya sistem pengamanan ini, pemerintah ingin memastikan bahwa ketertiban dan kedamaian Bali tetap terjaga tanpa intervensi pihak-pihak yang bisa mengganggu stabilitas sosial.(*)