Jakarta, warnaberita.com - Pemerintah bersama DPR RI akan melakukan langkah strategis dengan merevisi dua undang-undang penting terkait haji, yakni Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah serta Undang-Undang Pengelolaan Keuangan Haji.
Revisi tersebut dinilai menjadi kebutuhan mendesak untuk menciptakan ekosistem haji Indonesia yang adaptif terhadap kebijakan terbaru dari Pemerintah Arab Saudi.
Hal ini disampaikan Anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI Abidin Fikri yang juga Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PDI-Perjuangan kepada Parlementaria saat melakukan pengawasan langsung di Makkah, Arab Saudi, Sabtu (7/6).
Baca Juga: Wabup Badung Dukung Ekonomi Kerakyatan dan Pelestarian Budaya
“Dua undang-undang ini akan diubah secara sinergis. Kami perlu mendalami lebih jauh agar revisi yang dilakukan bisa menyesuaikan dengan kebijakan terbaru dari Arab Saudi, termasuk soal visa non-haji yang kini dilarang masuk ke kota suci,” ujar Abidin.
Ia menyebut kebijakan Arab Saudi dalam pembatasan jamaah non-haji yang datang ke Tanah Suci tahun ini patut menjadi perhatian.
Banyak kasus deportasi hingga penahanan jamaah karena penggunaan visa tidak sesuai.
Baca Juga: Kementan Awasi Distribusi dan Penyembelihan Sapi Kurban dari Presiden
Menurutnya, hal ini menjadi sinyal penting bahwa penyelenggaraan haji Indonesia harus lebih adaptif dan terstruktur dari sisi regulasi.
“Ke depan, kita perlu memastikan bahwa regulasi dan kemampuan kita mampu menjawab perubahan yang dilakukan Arab Saudi. Karenanya, UU Penyelenggaraan Haji dan UU Pengelolaan Keuangan Haji akan kami revisi dengan mempertimbangkan dinamika ini,” jelasnya.
Abidin juga menekankan pentingnya reformasi dalam pengelolaan keuangan haji.
Baca Juga: Mendiktisaintek Dukung Integrasi Kecerdasan Buatan dalam Pendidikan di Pertemuan BRICS
Ia mendorong agar Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) bisa menghadirkan terobosan dalam bentuk investasi yang secara langsung menguntungkan ekosistem haji.
“Ekosistem haji itu mencakup layanan perhotelan, transportasi, hingga konsumsi. Itu semua harus jadi sasaran investasi yang dikelola secara profesional dan syar’i. Jangan sampai dana setoran jemaah tidak memberi manfaat optimal,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa pengelolaan keuangan haji harus sepenuhnya memenuhi prinsip-prinsip syariat Islam. Dana yang disetor jemaah harus dihindarkan dari praktik riba dan investasi yang tidak halal.
Baca Juga: Kemdiktisaintek Sosialisasikan Petunjuk Teknis Serdos Tahun 2025, Persyaratan Lebih Fleksibel
“Ini bukan hanya soal efisiensi dan manfaat, tapi juga soal amanah dan keberkahan dalam penyelenggaraan ibadah haji,” pungkasnya. (*)