Badung, warnaberita.com – Penolakan terhadap keberadaan organisasi masyarakat (ormas) yang disinyalir menjadi kedok praktik premanisme semakin lantang disuarakan oleh para pemimpin di Bali.
Kali ini, Bupati Badung I Wayan Adi Arnawa dan Gubernur Bali Wayan Koster menyatakan sikap kompak: Bali menolak kehadiran ormas-ormas berwatak preman.
Pernyataan tegas itu disampaikan Bupati Adi Arnawa saat menghadiri kegiatan penyerahan bantuan sosial keagamaan untuk umat Buddha di Vihara Dharmayana, Kuta, Jumat (9/5). Ia menggarisbawahi bahwa keamanan dan kenyamanan wilayah, khususnya Badung sebagai destinasi wisata internasional, tidak boleh diganggu oleh ormas yang bertindak seperti preman.
Baca Juga: Transformasi Sepak Bola Indonesia Genjot Peningkatan Peringkat Timnas Indonesia
“Saya mendukung penuh langkah TNI/Polri dan Satgas pemberantasan premanisme. Jangan beri ruang bagi ormas yang justru menimbulkan keresahan,” tegas Bupati Adi Arnawa. Ia pun menyambut baik langkah Gubernur Bali yang dikabarkan akan secara resmi menyatakan penolakan terhadap ormas preman pada tanggal 12 Mei mendatang.
Gubernur Bali Wayan Koster sendiri telah lebih dulu menyampaikan sikap keras terhadap ormas berbalut premanisme. Dalam peresmian Bale Paruman Adhyaksa dan Bale Restorative Justice di Badung, Kamis (8/5), Koster menegaskan bahwa Bali tidak butuh ormas yang mencoreng citra budaya dan pariwisata Bali.
“Bentuknya ormas, tapi kelakuannya preman. Ini tidak bisa dibiarkan. Kita harus jaga wajah Bali dari perilaku liar seperti ini,” tegas Koster di hadapan para tokoh adat, pejabat Kejati, dan kepala daerah.
Baca Juga: Huawei Dorong Transformasi Digital Industri Penerbangan
Lebih jauh, Gubernur asal Desa Sembiran ini menilai, penguatan lembaga adat seperti Bale Paruman dan program Sipandu Beradat jauh lebih efektif menjaga ketertiban sosial daripada mengandalkan ormas luar.
“Kalau desa adat kuat, kalau pecalang berfungsi, kita tidak butuh tambahan ormas yang punya agenda tersembunyi,” tambahnya.
Kepala Kejati Bali, Ketut Sumedana, yang hadir dalam acara tersebut, juga mendukung pendekatan berbasis hukum adat. Ia menyebut Bale Paruman Adhyaksa sebagai bentuk revitalisasi penyelesaian konflik berbasis budaya yang telah terbukti efektif.
Baca Juga: Percepat Transformasi Digital, Kampus Diharap Terapkan Ijazah Digital
“Bukan sekadar simbol. Ini cara menyelesaikan konflik sosial dengan damai tanpa harus pidana,” ujarnya.
Pesan yang muncul dari pernyataan tegas para pemimpin Bali jelas Pulau Dewata Bali bukan tempat bagi ormas preman. Dengan memperkuat sistem keamanan adat dan menolak keras organisasi bermasalah, pemerintah Bali mengirim sinyal bahwa stabilitas dan martabat budaya tidak bisa ditawar-tawar.(*)