Denpasar, warnaberita.com – Suasana Lapangan Puputan Margarana, Niti Mandala Denpasar, Sabtu (17/5), terasa begitu khidmat dan penuh semangat.
Sebanyak 13 ribu pecalang dari 1.500 desa adat se-Bali berkumpul dalam acara bertajuk Gelar Agung Pacalang untuk menyampaikan sebuah sikap tegas menolak kehadiran preman berkedok organisasi masyarakat (ormas) di Pulau Dewata.
Deklarasi ini menjadi simbol kekuatan dan persatuan pecalang Bali dalam menjaga tatanan adat, budaya, dan keamanan lokal. Ketua Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet, dalam orasinya menegaskan bahwa pecalang telah lama menjadi garda terdepan dalam menjaga ketertiban dan keharmonisan masyarakat Bali.
Baca Juga: Mangkal di Badan Jalan, Satpol PP Denpasar Tertibkan PKL
“Sejak zaman leluhur, pecalang sudah nindihin gumi Bali. Hari ini kami tegaskan, pecalang menolak dengan tegas segala bentuk kriminalisme, premanisme, dan aksi anarkis yang dibungkus dalam baju ormas,” ujarnya disambut sorak tepuk tangan ribuan pecalang.
Deklarasi tersebut memuat tiga poin penting. Pertama, penolakan terhadap ormas yang mengklaim menjaga ketertiban sosial namun justru melakukan tindakan kekerasan dan intimidasi, menciptakan keresahan di tengah masyarakat.
Kedua, mendukung penuh aparat TNI dan Polri dalam menegakkan hukum dan menjaga keamanan di Bali. Ketiga, mendesak penindakan tegas terhadap ormas yang terbukti melakukan tindakan kriminal dan meresahkan.
Baca Juga: Perseden Denpasar Tembus 16 Besar Liga 4, Giri Prasta Beri Bonus Rp 50 Juta
Selain itu, para pecalang juga menyatakan dukungan terhadap sistem keamanan terpadu berbasis desa adat (Sipandu Beradat) dan program Bankamda (Bantuan Keamanan Desa Adat) sebagai bentuk penguatan peran desa adat dalam menjaga wilayah dan tatanan tradisional Bali.
Ida Penglingsir Agung menjelaskan, kehadiran preman dengan tameng ormas akhir-akhir ini menimbulkan kekhawatiran. Ia menegaskan bahwa Bali tidak kekurangan sistem keamanan. Pecalang yang selama ini bekerja sama dengan TNI dan Polri, sudah membuktikan diri sebagai penjaga ketertiban yang efektif dan berlandaskan nilai adat.
“Kami ingin semua pihak, termasuk pemerintah, memahami bahwa Bali punya cara sendiri menjaga kedamaiannya. Pecalang bukan hanya simbol, tapi kekuatan nyata yang hidup di tengah masyarakat adat,” tambahnya.
Baca Juga: Denpasar Tak Mentoleransi Aksi Premanisme
Ia juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah menjalin komunikasi dengan pemerintah provinsi terkait peningkatan kesejahteraan pecalang, termasuk pemberian insentif. Ia berharap perhatian lebih diberikan pada pecalang sebagai pilar yang tak hanya menjaga keamanan, tetapi juga menjaga jati diri Bali.
Acara ini menjadi bukti bahwa Bali memiliki kekuatan lokal yang solid untuk menolak infiltrasi kekerasan dan kriminalitas berkedok ormas. Di tengah arus zaman, adat dan budaya Bali tetap dijaga oleh tangan-tangan yang setia pada tanah kelahirannya.(*)