Jakarta, warnaberita.com - Menurut survei baru oleh FICO, perusahaan di bidang perangkat lunak analitik, bank-bank Indonesia menghadapi risiko signifikan seiring meningkatnya penipuan dan perubahan harapan nasabah.
Menurut Survei Dampak Penipuan 2024: Indonesia oleh FICO, satu dari tiga nasabah menyalahkan bank pengirim maupun bank penerima atas kerugian akibat penipuan, meskipun banyak nasabah menerima bahwa mungkin mereka tidak akan mendapatkan ganti rugi.
Selain itu, 69 persen nasabah mengajukan pengaduan resmi jika tidak puas dengan tanggapan bank terhadap penipuan, 12 persen nasabah menyatakan akan berganti bank, dan 8 persen nasabah akan melapor kepada regulator.
Baca Juga: Supir Truk Terjepit AS Roda di Balangan, Meninggal di Tempat
Temuan ini menegaskan tekanan lebih besar pada bank agar lebih proaktif dalam mencegah penipuan. Jika tidak, bank akan menghadapi kerusakan reputasi dan kehilangan nasabah.
"Pencegahan penipuan bukan lagi persyaratan kepatuhan belaka, melainkan faktor utama dalam kepercayaan dan loyalitas nasabah," kata Dattu Kompella, Managing Director FICO Asia.
"Nasabah mengharapkan bank berada di garis terdepan dalam memerangi penipuan. Bank yang gagal memenuhi harapan ini akan sulit untuk tetap kompetitif," katanya.
Baca Juga: Bidik Legalitas Akomodasi Wisata, Badung Bentuk Tim Terpadu
Meskipun kebijakan pengembalian dana menjadi fokus yang kian besar bagi regulator di seluruh dunia, tampaknya harapan nasabah Indonesia sangat rendah dalam hal mendapatkan pengembalian dana.
Menurut survei tersebut, hampir 6 dari 10 (59 persen), responden percaya bahwa bank seharusnya “tidak pernah” atau “hanya jarang” mengembalikan dana korban penipuan, sedangkan 3 dari 10 (27 persen) responden menyatakan bahwa seharusnya bank selalu atau hampir selalu memberikan pengembalian dana - jauh di bawah rata-rata global.
"Data ini benar-benar mengubah perdebatan tentang pengembalian dana," kata Kompella.
Baca Juga: Ishibasi Jepang Laporkan Perkembangan Hibah Mesin RA-X di TPST Mengwitani
Ia mengatakan nasabah Indonesia pragmatis. "Mereka tidak mengharapkan pengembalian uang. Mereka ingin bank bertindak sebagai pelindung. Artinya memanfaatkan teknologi, data, dan pengambilan keputusan di waktu nyata untuk mencegah penipuan sebelum uang berpindah dari rekening," ungkapnya.
Di seluruh Indonesia, risiko penipuan terus meningkat. Tahun 2024, 66 persen konsumen melaporkan pernah menerima pesan mencurigakan, meningkat 2 poin persentase sejak tahun 2023.
Ia mengatakan 57 persen konsumen menyatakan bahwa teman atau anggota keluarga mereka pernah ditipu, meningkat 8 poin persentase dari tahun sebelumnya.
Baca Juga: Janger Kolok Bengkala, Wujud Kesetaraan Warga Disabiltas di Ruang Kesenian
Meskipun 55 persen warga Indonesia berkata bahwa mereka akan bertanggung jawab secara pribadi jika terkena penipuan, banyak yang masih mengharapkan bank ikut menanggung beban tersebut.
Lebih dari sepertiga nasabah menyalahkan bank pengirim (15 persen) atau bank penerima (19 persen). Hal ini menyoroti pergantian harapan menuju tanggung jawab bersama.
"Nasabah Indonesia ingin bank mereka menjadi mitra yang aktif dalam memerangi penipuan," kata Kompella.
Survei ini melibatkan 1.001 orang dewasa Indonesia dan sekitar 11.000 nasabah di 14 negara untuk mengetahui pengalaman mereka tentang penggunaan RTP, penipuan, dan kemampuan bank mereka dalam mencegah penipuan. (*)