Madinah, warnaberita.com - Data pelayanan kesehatan yang dihimpun oleh Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Madinah menyebutkan reaksi stres akut dan gangguan penyesuaian diri merupakan diagnosis penyakit terbanyak yang dialami pasien jemaah gelombang 1 semenjak kedatangannya di awal Mei lalu.
Meskipun penyakit seperti gangguan jantung, hipertensi, dan diabetes menjadi posisi yang teratas, namun kasus stres akut dan gangguan penyesuaian diri para tamu Alloh juga perlu mendapat perhatian serius sebagai permasalahan kesehatan yang seringkali ditangani oleh para petugas kesehatan di Daerah Kerja (Daker) Madinah.
Dokter spesialis jiwa di KKHI Madinah, dr. Kusufia Mirantri, Sp.KJ mengungkapkan bahwa tekanan fisik, perubahan lingkungan drastis, kelelahan, serta perpisahan sementara atau tanpa pendampingan dari keluarga dapat menjadi pemicu stres signifikan bagi jamaah.
Baca Juga: Jemaah Haji Gelombang 1 Mulai Bergerak ke Makkah, KKHI Lakukan Ini
“Banyak jemaah, terutama lansia atau mereka yang memiliki kerentanan sebelumnya, mengalami kesulitan beradaptasi. Stres dan gangguan penyesuaian ini dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk, mulai dari gangguan tidur, kecemasan berlebih, hingga gejala psikosomatis,” ungkapnya.
Oleh karena itu, penting bagi sesama jemaah maupun pendamping atau keluarga untuk mengenali tanda-tanda awal masalah kejiwaan agar dapat segera memberikan dukungan atau mencari bantuan profesional.
dr. Upi, biasa dia disapa , menekankan bahwa deteksi dini adalah kunci untuk penanganan yang efektif, sehingga tidak mengganggu kekhusyukan ibadah jamaah.
Baca Juga: Menko AHY Ungkap 4 Prioritas Pembangunan Nasional
Adapun, untuk mengenali tanda-tanda seorang jemaah mengalami setres atau masalah kejiwaan di antaranya, adanya perubahan perilaku yang mencolok.
“Coba perhatikan, jika ada jemaah yang biasanya ceria dan mudah bergaul tiba-tiba menjadi mudah tersinggung, atau sebaliknya, menarik diri secara ekstrem, lebih suka menyendiri, dan enggan berinteraksi dengan orang lain,” ujar dr. Upi.
Yang kedua, kesulitan tidur atau insomnia. Dijelaskannya, gangguan tidur yang persisten, seperti sulit untuk memulai tidur, sering terbangun di malam hari, atau merasa tidak segar setelah tidur, bisa menjadi pertanda adanya tekanan mental.
"Kurang tidur dapat memperburuk kondisi emosional dan kognitif jamaah," katanya.
Baca Juga: Pergerakan Wisatawan Ditingkatkan lewat Bengawan Solo Travel Mart 2025
Ketiga, adanya kecemasan atau ketakutan yang berlebihan.
"Merasa sedikit cemas di lingkungan baru adalah wajar. Namun, jika kecemasan tersebut menjadi berlebihan, tidak rasional, dan mengganggu aktivitas sehari-hari, misalnya takut keluar kamar, takut ke masjid meski ditemani, atau panik berlebihan saat berada di keramaian, ini memerlukan perhatian serius," jelasnya.
Keempat, kebingungan terhadap tempat, waktu, dan orang (disorientasi). Jemaah yang mengalami masalah kejiwaan mungkin menunjukkan tanda-tanda kebingungan.
Baca Juga: Bupati Adi Arnawa Tinjau Tempat Melasti di Desa Adat Abiansemal, Dukung Perluasan Areal
“Mereka bisa jadi tidak tahu sedang berada di mana, lupa hari atau tanggal, bahkan kesulitan mengenali teman serombongan atau pendampingnya,” beber dr. Upi.
Kondisi ini sering disebut disorientasi dan membutuhkan evaluasi lebih lanjut.
Dan, terakhir yaitu terjadi perubahan mood yang cepat dan tidak terduga.
Baca Juga: Jaje Senggait Gula Pedawa, Cita Rasa Tradisional dari Pedawa
"Perhatikan fluktuasi suasana hati yang ekstrem dan cepat. Seorang jemaah mungkin tiba-tiba menjadi sangat mudah marah karena hal sepele, atau sebaliknya, mendadak menjadi sangat sedih, menangis tanpa alasan yang jelas, padahal beberapa saat sebelumnya tampak biasa saja," imbuhnya.
Jika tanda-tanda tersebut teramati pada seorang jamaah, pendamping atau rekan jemaah diharapkan tidak mendiagnosis sendiri.
Langkah awal yang bisa dilakukan adalah mendekati jamaah tersebut dengan empati, mencoba mendengarkan apa yang dirasakan, dan membantu penyesuaian diri jamaah, misalnya membantu cara menggunakan kamar mandi atau cara menggunakan lift.
“Jangan ragu untuk segera melaporkan kondisi tersebut kepada ketua rombongan atau Tenaga Kesehatan Haji Kloter (TKHK) yang mendampingi. Mereka lebih kompeten untuk melakukan penilaian awal dan memberikan intervensi yang tepat, termasuk merujuk ke KKHI jika diperlukan,” tandas dr. Upi. (*)