Wuhan, warnaberita.com – Kesiapan sistem pendidikan dalam menghadapi era Artificial Intelligence (AI) dinilai sangat penting.
Hal itu disampaikan Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek), Stella Christie saat menghadiri World Digital Education Conference 2025, beberapa waktu lalu.
Kehadiran Stella dalam forum strategis ini menjadi bagian dari komitmen Indonesia dalam membangun sistem pendidikan adaptif dan kolaboratif di tengah transformasi digital yang semakin cepat, serta memperkuat kerja sama regional dalam membangun masa depan pendidikan yang berdaya tahan, inklusif dan manusiawi.
Baca Juga: RI Gabung BRICS, Menperin Tegaskan Dampak Positif Bagi Industri Manufaktur
Dalam sambutannya pada pidato pembukaan acara International Forum on Artificial Intelligence and Education serta menjadi perwakilan Indonesia dalam sesi China–ASEAN Education Ministers Dialogue, Stella memaparkan pengalaman pribadi yang unik dalam mengaplikasikan AI untuk membangun model prediktif terkait peluang kualifikasi tim nasional sepak bola Indonesia dan Tiongkok dalam Piala Dunia.
Dari pengalaman tersebut, Wamen Stella mengungkapkan temuan menarik dan sekaligus mengkhawatirkan bahwa Large Language Models (LLM) yang digunakan memberikan informasi yang tidak akurat dan mengklaim hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Stella menyoroti bahaya penggunaan AI ketika sistem AI digunakan tanpa pemahaman yang matang dan tanpa mekanisme kontrol manusia yang memadai.
Baca Juga: Telin dan Radius Telecoms Percepat Layanan Data Internasional
“Bayangkan jika AI digunakan untuk pengambilan keputusan penting, dalam pengaturan lalu lintas, distribusi sumber daya, bahkan rekomendasi hukuman pidana, tentu risikonya jauh lebih besar,” tambah Stella.
Dia menegaskan, tantangan-tantangan ini tidak dapat diatasi hanya dengan menghadirkan lebih banyak AI, melainkan harus dijawab dan diselesaikan melalui pendidikan.
Menurutnya, pendidikan di era AI harus mampu membekali siswa dengan titik-titik kegagalan potensial AI termasuk bagaimana mencegah dan mendeteksinya, serta bagaimana menafsirkan keluaran AI bahkan ketika tidak terjadi kegagalan.
Baca Juga: Indosat Resmikan AI Experience Center di Jayapura
Selain itu, Stella juga menyoroti pentingnya mengenali kebohongan dan kesalahan AI, mengidentifikasi bias dalam data, memahami tujuan optimalisasi sistem AI, serta menganalisis dampak jangka panjang dari penerapan rekomendasi AI.
Ditegaskan pula, diperlukan pendidikan yang menekankan proses dalam berpikir, bukan hanya hasil, Smseperti pertanyaan “mengapa” dan “bagaimana”, bukan hanya sekadar “apa” dan “siapa”.
Baca Juga: Komitmen Indonesia Bantu Palestina Menguat, Ratusan Lembaga Peduli Siap Salurkan Bantuan
“Alan Turing pernah bertanya, ‘Bisakah mesin berpikir?’ Kini, kita harus bertanya, puluhan tahun kemudian setelah Turing mengajukan pertanyaan ini, kita sekarang siap, dalam memanfaatkan AI untuk mengubah pendidikan kita, untuk bertanya: Apakah kita mendidik manusia untuk berpikir?,” ujar Stella. (*)