Jakarta, warnaberita.com - Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menjembatani kesenjangan talenta (talent gap) di sektor keberlanjutan, khususnya di bidang energi, konstruksi, pertanian, dan keuangan.
Dengan target nasional mencapai emisi karbon nol bersih (net zero) pada 2060, Indonesia membutuhkan tenaga profesional yang terampil dan berpengetahuan luas.
Namun, pasokan talenta hijau di Indonesia saat ini belum mampu memenuhi permintaan yang terus meningkat.
Baca Juga: Kementerian Ekraf Jajaki Kolaborasi dengan Pop Mart untuk Angkat IP Lokal Menuju Pasar Global
Menurut Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA), sektor energi terbarukan di Indonesia berpotensi menciptakan 400.000 pekerjaan baru pada tahun 2030.
Namun, laporan LinkedIn menunjukkan bahwa antara tahun 2023-2024, permintaan terhadap talenta hijau meningkat sebesar 11,6%, sementara pasokannya hanya tumbuh sebesar 5,6%.
Ketimpangan yang semakin melebar ini membutuhkan langkah cepat dan strategis.
Baca Juga: Fenomena PHK Landa Indonesia, Puan Minta Pemerintah Ambil Sikap
Peralihan menuju keberlanjutan, yang didorong oleh Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), target iklim global, dan komitmen net zero menuntut kolaborasi erat antara pemerintah, industri, dan penyedia pendidikan.
Jika tidak ditangani, tantangan ini dapat menghambat kemampuan Indonesia untuk melaksanakan aksi iklim dan kebijakan pembangunan berkelanjutan secara efektif.
Menanggapi tantangan tersebut, Direktur Jenderal Energi Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI, Eniya Listiyani Dewi, menegaskan bahwa energi terbarukan adalah inti dari transisi energi Indonesia.
Baca Juga: Akhirnya, Korban Terperosok di Air Terjun Nungnung Ditemukan Meninggal di Himpitan Batu
Ia juga menyoroti kesenjangan antara pendidikan vokasi dan kebutuhan industri, khususnya di bidang teknis.
"Transisi energi bukan hanya tentang mengganti sumber energi, tetapi juga menciptakan peluang kerja yang inklusif dan berkelanjutan bagi generasi muda. Untuk itu, upaya upskilling dan perluasan akses pendidikan vokasi menjadi langkah strategis. Langkah ini penting agar generasi muda dapat berperan aktif sebagai penggerak menuju masa depan yang lebih berkelanjutan," jelas Eniya Listiyani Dewi.
Pernyataan ini disampaikan Eniya dalam pembukaan Sustainability Forum 2025 yang digelar di kampus Monash University, Indonesia.
Baca Juga: Bupati Badung Tegaskan Sinergi Desa dan Kabupaten Kunci Sukses Visi AdiCipta
Monash University, Indonesia mendukung penuh forum ini dengan meluncurkan program Master of Sustainability, sebagai bagian penting dari komitmen strategisnya terhadap keberlanjutan.
Program yang akan dimulai pada tahun ajaran 2025/2026 ini dirancang untuk mencetak tenaga profesional yang tidak hanya memiliki keterampilan teknis, tetapi juga pemahaman mendalam tentang kebijakan dan bisnis keberlanjutan.
Inisiatif ini menjadi bukti nyata komitmen Monash dalam membentuk masa depan tenaga kerja hijau di Indonesia.
Baca Juga: Bali Benoa Marina Jadi Jangkar "Butterfly Route Cruise" di Indonesia
Profesor Matthew Nicholson, Pro-Vice Chancellor & President Monash University, Indonesia, mengatakan, Indonesia berada di garis depan transisi keberlanjutan global.
"Namun keberhasilannya bergantung pada kemampuan kita untuk membangun tenaga kerja terampil yang dapat mendorong perubahan. Melalui kolaborasi lintas sektor dan pendidikan berkualitas tinggi seperti program Master of Sustainability di Monash University, Indonesia, kami mempersiapkan generasi pemimpin baru untuk membantu mewujudkan target net zero Indonesia pada 2060," katanya. (*)