Buleleng, warnaberita.com - Sebuah pagi yang teduh di Wantilan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Bung Karno, Singaraja, menjadi saksi berkumpulnya puluhan insan pencinta literasi dalam acara bedah buku Cinta Tidak Kenal Takut karya Putu Satria Kusuma.
Acara yang digelar pada Selasa (17/6) oleh Dinas Arsip dan Perpustakaan Daerah (DAPD) Kabupaten Buleleng ini bukan sekadar seremoni, tetapi menjadi ruang yang hidup bagi ide, emosi, dan refleksi mendalam atas sebuah karya tulis.
Mengambil momen istimewa, yakni Hari Lahir Pancasila dan Bulan Bung Karno, kegiatan ini menjadi langkah nyata dalam menanamkan kembali semangat membaca, menulis, dan berpikir kritis, terutama di kalangan generasi muda. Di tengah derasnya arus digital, hadirnya kegiatan seperti ini menjadi oase yang menyegarkan.
Baca Juga: Pelajar Buleleng Diajak Lukis dengan Hati di Tengah Serbuan AI
Bedah buku ini menghadirkan Kadek Sonia Piscayanti, sastrawan dan dosen asal Buleleng, yang dikenal lewat ketajaman analisis dan kedalaman pemikiran sastranya. Dalam paparannya, Sonia tidak hanya mengulas isi buku, tetapi juga mengajak peserta menyelami makna cinta yang berani, tulus, dan tak kenal takut.
“Menulis bukan sekadar memindahkan kata ke atas kertas. Ia adalah proses batin yang panjang. Cinta dalam buku ini bukan soal romansa semata, tetapi keberanian untuk terus memberi dan bertahan dalam ketidakpastian,” ujarnya dengan penuh makna.
Sementara itu, Kepala DAPD Buleleng, Made Era Oktarini, menegaskan pentingnya kegiatan literasi yang menyentuh sisi emosional pembacanya. Ia menyampaikan harapannya agar acara ini bukan hanya berhenti di ruang diskusi, tetapi mampu merangsang tumbuhnya budaya membaca yang reflektif dan aktif.
Baca Juga: Pemkab Buleleng Gandeng Kaum Perempuan Perangi Narkoba
“Lewat bedah buku ini, kami ingin mempertemukan pikiran-pikiran muda dengan nilai-nilai luhur yang sering kali terlewatkan. Buku ini membawa kita pada pemahaman bahwa mencintai adalah tindakan berani, dan dalam keberanian itu tersimpan nilai kemanusiaan yang dalam,” tuturnya.
Penulis Cinta Tidak Kenal Takut, Putu Satria Kusuma, turut hadir dan membagikan perjalanan kreatif di balik kelahiran bukunya. Ia mengungkapkan bahwa setiap halaman adalah cerminan dari perjuangan pribadi untuk memahami arti mencintai tanpa syarat.
Diskusi berjalan dinamis, penuh pertanyaan kritis dan tanggapan hangat dari para peserta, mulai dari pelajar, guru, hingga pegiat komunitas literasi lokal. Semua larut dalam atmosfer yang tidak hanya akademis, tapi juga emosional.
Baca Juga: Lokakarya Literasi Digital, Semangat Baru Literasi Digital di Buleleng
Kegiatan ini ditutup dengan harapan bersama agar semangat literasi terus menyala dan menjadi bagian tak terpisahkan dalam pembangunan karakter masyarakat. Seperti kata Putu Satria dalam buku tersebut, Cinta yang tak kenal takut adalah keberanian untuk tetap manusiawi dalam dunia yang kian bising dan terburu-buru.(*)