Buleleng, warnaberita.com – Mengatasi permasalahan sampah, tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah.
Masalah yang masih menjadi tantangan serius di Bali ini juga menjadi tanggung jawab masyarakat. Sebab, lonjakan produksi sampah rumah tangga dan industri menuntut solusi yang melibatkan seluruh pihak.
Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bali, Ny. Putri Koster, usai mengikuti dialog On Air di Radio Semeton Takdir dan Radio Guntur, Buleleng, Minggu (23/3) menegaskan, pentingnya tanggung jawab bersama dalam mengelola sampah.
Baca Juga: Pariwisata Badung Hadapi Empat Masalah Besar
"Jangan sampai rumah kita yang menghasilkan sampah, namun rumah orang lain yang kita timbun. Hal ini tentu tidak adil. Maka dari itu mari kita bertanggung jawab akan kebersihan rumah dan lingkungan kita terlebih dahulu," ujarnya.
Sebagai langkah strategis, sejak 2019 Pemerintah Provinsi Bali telah menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 47 Tahun 2019 tentang pengelolaan sampah berbasis sumber. Aturan ini mendorong masyarakat, industri, hotel, dan restoran untuk memilah sampah sejak awal.
Ny. Putri Koster yang juga Ketua TP Posyandu mengajak masyarakat untuk menerapkan pola pemilahan sampah rumah tangga berdasarkan tiga jenis utama: sampah dapur, sampah halaman organik, dan sampah non-organik.
Baca Juga: Tangani Sampah Kiriman, Menteri LH Dorong Badung Manfaatkan STO
"Misalnya, sebuah rumah tangga setelah masak dan memproduksi banten, sisa sampah tersebut bisa dikumpulkan atau dikubur dalam lubang setinggi dua meter di halaman rumah," katanya.
Menurutnya, sampah organik akan terurai menjadi pupuk kompos yang menyuburkan tanah. Sementara sampah anorganik dapat dikumpulkan dan dijual ke bank sampah atau tempat pengelolaan yang dikelola desa.
Karena itu, desa memegang peran penting dalam pengelolaan sampah. Kepala desa di Bali diharapkan mendukung keberhasilan Pergub Nomor 47 Tahun 2019 melalui sosialisasi dan implementasi nyata.
Baca Juga: Menteri LH Cari Tahu Jenis Sampah yang Cemari Sungai di Bali dan Jawa
"Kegiatan nyata ini bisa kita mulai dengan membuat pola pengelolaan sampah, agar tidak ada lagi Tempat Pembuangan Akhir yang menimbun sampah, mengeluarkan bau, bahkan menyebabkan penyakit bagi penduduk di sekitarnya," tegasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya sinergi dalam mengatasi sampah plastik yang sulit terurai. Sebab, permasalahan sampah tidak bisa diselesaikan sendiri-sendiri.
"Perlu bersinergi. Jika di desa, tebe atau halaman belakang rumah bisa dimanfaatkan untuk menimbun sampah organik. Sementara di perkotaan, setiap rumah tangga bisa membuat septitank untuk mengubur sampah organik seperti daun dan sisa dapur," tambahnya.
Kepala Desa Bakti Seraga, Gusti Putu Armada, menyatakan bahwa pihaknya telah menjalankan pemilahan sampah melalui TPS3R. Bahkan, jika 148 desa di Buleleng memiliki TPS3R yang berfungsi optimal, pihaknya yakin Buleleng bisa menjadi kabupaten bebas sampah.
"Kami juga meminta 2.200 kepala keluarga di wilayahnya untuk mengelola sampah secara mandiri di rumah, sementara sampah anorganik bisa dijual ke bank sampah atau dikelola desa," jelasnya.(*)