Denpasar, warnaberita.com – Kasus dugaan penganiayaan yang terjadi di lingkungan SMP PGRI 7 Denpasar berakhir damai melalui jalur kekeluargaan.
Insiden yang melibatkan dua siswi kelas VIII ini sempat menjadi perhatian publik setelah muncul kabar adanya tindak kekerasan di dalam lingkungan sekolah.
Pertemuan yang berlangsung Sabtu (10/5) di ruang sekolah menghadirkan berbagai pihak terkait. Hadir dalam mediasi tersebut orang tua siswa, perwakilan dari Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Bali, Tim Renakta Polda Bali, dan tentunya pihak sekolah. Proses mediasi berjalan kondusif dan menghasilkan penyelesaian yang disepakati bersama.
Baca Juga: Pastikan Hak-hak Korban Terpenuhi, Kemen PPPA Kawal Kasus Kekerasan Seksual di RS Hasan Sadikin
Kepala SMP PGRI 7 Denpasar, I Nyoman Ardika, S.Pd., M.Pd., menjelaskan bahwa peristiwa tersebut bermula dari kesalahpahaman antara dua siswi yang sebelumnya dikenal cukup akrab. Ketegangan dipicu oleh persoalan penarikan iuran kelas oleh bendahara, yang ternyata menimbulkan rasa tersinggung.
"Permasalahan ini telah ditangani secara internal melalui guru wali kelas dan guru bimbingan konseling. Dari klarifikasi awal, tidak ditemukan indikasi pengeroyokan, dan siswa yang bersangkutan juga dikenal sebagai teman akrab di lingkungan sekolah," jelasnya.
Ardika menambahkan bahwa pihak sekolah segera mengambil langkah pendekatan restoratif. Proses ini dilakukan dengan mengedepankan nilai kekeluargaan dan komunikasi terbuka.
Baca Juga: Hak Praktik Dokter Tersangka Kasus Pelecehan Seksual Dicabut Seumur Hidup
Kedua belah pihak menyatakan kesediaan untuk berdamai dan mengakui bahwa kejadian tersebut dipicu oleh emosi sesaat. Hasilnya, kedua orang tua siswi sepakat menandatangani surat perjanjian damai di atas materai, disaksikan langsung oleh tim KPAD dan kepolisian.
"Ini hanyalah reaksi emosional sesaat yang tidak berlanjut menjadi dendam. Kami mengimbau masyarakat untuk tidak langsung menghakimi tanpa mengetahui fakta yang sebenarnya," tambah Ardika.
Ia pun mengajak masyarakat untuk tidak langsung menghakimi hanya berdasarkan potongan informasi yang beredar di media sosial. Pihak sekolah juga menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang telah membantu meredakan situasi. Mulai dari KPAD Bali, aparat kepolisian, hingga Dinas Pendidikan Kota Denpasar yang menunjukkan kepedulian terhadap kondisi psikologis siswa.
Baca Juga: Denpasar Catat 1.601 Kasus TB di 2024
Kasus ini menjadi pengingat bahwa komunikasi terbuka antara sekolah, orang tua, dan siswa sangat penting untuk mencegah terjadinya konflik. Melalui penyelesaian yang berlandaskan nilai kekeluargaan, diharapkan semangat kebersamaan di lingkungan pendidikan dapat terus dijaga.(*)