Buleleng, warnaberita.com - Buleleng kembali menjadi sorotan dalam Pesta Kesenian Bali (PKB) 2025 yang akan digelar pada bulan Juni mendatang.
Tahun ini, Duta Kabupaten Buleleng diwakili oleh Institut Agama Hindu Negeri (IAHN) Mpu Kuturan Singaraja di bawah naungan Peed Aya Buleleng. Mereka membawakan sebuah garapan budaya bertajuk “Agra Buwana Raksa”, yang bermakna Penjaga Peradaban Hulu.
Garapan ini merupakan buah karya I Putu Ardiyasa, yang mengangkat filosofi Jagad Kerti sebuah konsep harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan, berakar dari kearifan lokal Desa Adat Pedawa. Di tengah gempuran modernitas, Pedawa masih mempertahankan nilai-nilai yang berakar kuat pada kelestarian alam dan keseimbangan hidup.
Baca Juga: Janger Kolok Bengkala, Wujud Kesetaraan Warga Disabiltas di Ruang Kesenian
“Menjaga hulu berarti menjaga kehidupan. Dari sanalah semua bermula air, hutan, dan budaya tumbuh bersama,” ungkap Putu Ardiyasa saat ditemui di sela persiapan pementasan Sabtu (31/5).
Dalam garapan ini, berbagai elemen budaya lokal dihadirkan dengan penuh kesadaran. Rumah Bandung Rangki rumah tradisional Pedawa, pohon aren sebagai simbol kehidupan, hingga ritus Sabe Malunin, yang menjadi penanda desa yang makmur dan masyarakat yang hidup sejahtera, tampil menyatu dalam satu narasi yang utuh.
Tak hanya sebagai pertunjukan seni, Agra Buwana Raksa menjadi sarana refleksi atas pentingnya merawat ingatan kolektif masyarakat adat. Tradisi Ngaben Medeng, yang khas dari wilayah ini, turut dihadirkan dalam bentuk karya Kembang atau Bungandeng, sementara puncak pertunjukan diakhiri dengan teatrikal ritus Sabe Malunin, yang sarat makna tentang keseimbangan sosial dan ekologis.
Baca Juga: Pemkot Denpasar Pastikan Kesiapan Duta Tapil di Ajang PKB XLVII Tahun 2025
Garapan ini pun menggambarkan Buleleng sebagai simpul peradaban lintas budaya. Jejak sejarah seperti Pabean Menese (pelabuhan kuno), Klenteng Toyohawa, hingga kisah Panji Sakti yang membawa pasukan dan hadiah gajah dari Blambangan ke Pegayaman, menjadi bukti hidup akan keberagaman yang telah berakar sejak lama. Bahkan, situs Pura Panca Sila di Kubutambahan kini berdiri sebagai simbol nyata toleransi dan keharmonisan antarumat.
“Kami tidak hanya menampilkan seni. Ini adalah ajakan untuk kembali belajar dari akar. Dari apa yang diwariskan para leluhur, tentang bagaimana menjaga kehidupan,” tutup Ardiyasa dengan penuh harap.
Baca Juga: Tiga Sekehe Gong Kebyar Duta Denpasar Siap Tampil Terbaik di PKB XLVII Tahun 2025
Dengan garapan ini, Buleleng tak hanya tampil sebagai peserta, tetapi sebagai penjaga warisan budaya yang hidup warisan yang tak hanya untuk ditonton, tetapi untuk dipahami dan diwariskan kembali.(*)