Denpasar, warnaberita.com - Menteri Lingkungan Hidup sekaligus Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Hanif Faisol Nurrofiq, melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Bali pada akhir pekan lalu.
Dalam kunjungan tersebut, Menteri Hanif meninjau dua lokasi krusial: Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Regional Sarbagita Suwung dan kawasan rencana pembangunan Terminal Liquefied Natural Gas (LNG) di Pantai Sidakarya.
Kunjungan ini bukan sekadar inspeksi rutin. Menteri Hanif datang dengan misi tegas memastikan seluruh proses pengelolaan lingkungan berjalan sesuai dengan peraturan dan prinsip keberlanjutan yang telah ditetapkan. Ia juga mengingatkan bahwa kelestarian alam Bali adalah fondasi utama sektor pariwisata yang menjadi andalan ekonomi daerah.
Baca Juga: Kementerian Ekraf Jajaki Kolaborasi dengan Pop Mart untuk Angkat IP Lokal Menuju Pasar Global
Saat berada di TPA Suwung, Menteri Hanif membeberkan fakta mencemaskan. TPA ini menerima beban sampah lebih dari 1.000 ton setiap hari, mayoritas berasal dari Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. Ia menyoroti pentingnya reformasi sistem pengelolaan sampah yang lebih modern dan ramah lingkungan, sesuai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012.
“TPA Suwung ini kunci penting dalam sistem pengelolaan sampah Bali. Tapi kalau tidak dikelola dengan benar, ini bisa jadi bencana ekologis,” ungkapnya. Ia juga mendorong percepatan perizinan TPA dan menekankan perlunya kolaborasi antar pemerintah daerah untuk mengembangkan teknologi waste to energy sebagai solusi jangka panjang.
Selanjutnya, Menteri Hanif mengunjungi lokasi yang sedang ramai diperbincangkan, yakni rencana pembangunan Terminal LNG di kawasan Pantai Sidakarya, yang berada dalam wilayah konservasi Taman Hutan Rakyat (Tahura). Ia menegaskan bahwa proses Persetujuan Lingkungan harus dilakukan dengan transparansi tinggi dan partisipasi publik.
Baca Juga: Berdayakan Ekonomi Perempuan, Menteri PPPA Dukung Bantuan Permodalan bagi UMKM
“Suara masyarakat, baik yang mendukung maupun yang menolak, harus didengar. Proyek ini menyentuh kawasan ekologis penting. Kita tidak bisa gegabah,” tegasnya.
Ia juga menyoroti perlunya kajian mendalam oleh Tim Uji Kelayakan untuk memastikan teknologi yang digunakan tidak membahayakan ekosistem pesisir seperti terumbu karang dan hutan mangrove. Jika dinyatakan tidak layak, proyek harus direlokasi. Namun jika memenuhi kriteria kelestarian, maka pembangunan boleh dilanjutkan dengan tetap menjaga keseimbangan lingkungan.
Menteri Hanif mengatakan Bali harus menjadikan lingkungan sebagai aset utama. Jangan tunggu alam memberi peringatan. Jika alam rusak, pariwisata akan ikut hancur.
Baca Juga: Panggil Sejumlah Menteri, Prabowo Bahas Percepatan Proyek Hilirisasi
Pernyataan tersebut menjadi pengingat penting bahwa tanggung jawab menjaga lingkungan tidak hanya di tangan pemerintah pusat, tetapi juga harus menjadi prioritas pemerintah daerah dan seluruh masyarakat Bali.(*)
