Denpasar, warnaberita.com - Upaya pemberdayaan perempuan di Kota Denpasar terus mendapat perhatian serius. Salah satu langkah nyata terlihat dari kegiatan Pelatihan Kecakapan Hidup yang digelar Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI) Kota Denpasar di Banjar Laplap Tengah, Desa Penatih Dangin Puri, Denpasar Timur, Sabtu (14/6).
Puluhan ibu-ibu PKK tampak antusias mengikuti pelatihan yang mengangkat tema Nyacal dan Nanding Banten Suci Sari, sebuah keterampilan yang lekat dengan kehidupan spiritual dan budaya masyarakat Bali. Kegiatan ini menghadirkan narasumber berpengalaman dari WHDI, yang tidak hanya memberikan praktik langsung, tapi juga pemahaman mendalam tentang makna setiap komponen banten.
Ketua WHDI Kota Denpasar, Ny. Sagung Antari Jaya Negara, hadir langsung membuka kegiatan. Dalam sambutannya, ia menyampaikan apresiasi kepada masyarakat Banjar Laplap Tengah yang telah membuka ruang bagi WHDI untuk berbagi pengetahuan.
“Kami tidak datang untuk menggurui, tetapi ingin berbagi makna dan filosofi di balik pembuatan Banten Suci Sari. Di tengah arus modernisasi, penting bagi kita menjaga dan memahami nilai-nilai adat dan spiritual kita,” ungkap Antari.
Menurutnya, kemampuan membuat banten memang sudah banyak dimiliki oleh perempuan Hindu, namun pemahaman terhadap makna dan filosofi banten belum tentu menyertai keterampilan tersebut. Karena itu, pelatihan ini diharapkan mampu menjadi jembatan pengetahuan yang memperkuat peran perempuan dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.
Sementara itu, narasumber pelatihan, Ni Wayan Sukerti, menjelaskan bahwa materi yang diberikan mencakup proses pembuatan Banten Suci Sari dari awal, penjabaran unsur-unsur banten, hingga filosofi di baliknya. Ia juga membuka sesi diskusi interaktif agar peserta dapat bertanya langsung jika menemui kesulitan saat praktik.
Baca Juga: Meriahkan Warna Tabanan, FESTA 2025 Jadi Panggung Budaya dan Gotong Royong Warga
“Pelatihan ini kami gelar rutin empat kali setahun di masing-masing kecamatan di Denpasar. Tujuannya bukan hanya membekali ibu-ibu dengan keterampilan, tapi juga sebagai ajang bertukar pikiran mengenai kehidupan adat,” ujar Sukerti.
Salah satu peserta, Ibu Putu Ayu, menyambut baik kegiatan ini. Ia menilai pelatihan sangat bermanfaat untuk memperkaya pemahaman mereka sebagai perempuan Bali yang tak terlepas dari peran adat dan keagamaan.
“Kami sering terlibat dalam kegiatan adat, tapi kadang masih ragu soal urutan dan isi banten. Dengan pelatihan ini, kami jadi lebih yakin dan paham maknanya,” katanya.
Baca Juga: Tabanan Bersiap Gelar PKB XLVII, Panggung Budaya dan Identitas Lokal Kembali Menggema
Kegiatan ini menjadi bukti nyata bahwa pemberdayaan perempuan tidak selalu harus melalui hal-hal modern semata. Menjaga dan merawat tradisi, memahami akar budaya, adalah bentuk pemberdayaan yang tak kalah penting di tengah masyarakat Bali masa kini.(*)