Surabaya, warnaberita.com - Penyintas tragedi Bom Bali I, Chusnul Chotimah curhat ke Komisi XIII DPR RI soal kekhawatiran mereka terhadap isu efisiensi anggaran di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Chusnul mengungkapkan kekhawatirannya terkait isu efisiensi anggaran di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), yang menurutnya sangat berperan penting dalam proses pemulihan para penyintas.
"Saya menyampaikan pesan dari teman-teman penyintas Bom Bali I, agar DPR dapat menimbang ulang soal efisiensi anggaran bagi LPSK ini, Pak. Selama ini, hanya LPSK yang benar-benar hadir untuk kami," kata Chusnul di Surabaya, dikutip dari laman DPR RI, Senin (28/4).
Baca Juga: ICE Institute Siap Dukung Program Unggulan Ditjen Dikti
Ia menambahkan, meskipun telah mendapatkan fasilitas Kartu Indonesia Sehat (KIS), bantuan tersebut belum sepenuhnya menjawab kebutuhan medis para korban. "KIS itu tidak meng-cover semua, seperti penyakit kulit akibat luka bakar. LPSK yang akhirnya meng-cover seluruh kebutuhan medis kami, bahkan hingga ke obat-obatannya," jelasnya.
Chusnul juga berbagi kisah tentang bagaimana kompensasi dari LPSK membantunya tetap bertahan hidup di tengah keterbatasan fisik yang dialaminya pasca peristiwa Bom Bali I. "Saya cacat, Pak. Tidak bisa melamar pekerjaan normal. Tapi dengan kompensasi dari LPSK, kami bisa membuka usaha dan bertahan hidup," ungkapnya.
Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Sugiat Santoso, menegaskan komitmen kuat bahwa negara harus hadir untuk menjamin seluruh biaya pengobatan saksi dan korban tindak pidana.
Baca Juga: UMRAH Didorong jadi Pusat Inovasi dan Solusi Kawasan
Pihaknya berupaya menyerap aspirasi terkait Revisi Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban Nomor 31 Tahun 2014.
"Negara harus hadir untuk menjamin seluruh biaya pengobatan saksi dan korban. Dalam Revisi UU ini, kami memastikan agar pelayanan kesehatan di rumah sakit pemerintah bisa diakses saksi dan korban tanpa dipersulit dan tanpa prosedur yang bertele-tele," ujar Sugiat.
Menanggapi hal tersebut, Sugiat memastikan bahwa efisiensi anggaran yang direncanakan tidak akan menyentuh layanan inti terhadap saksi dan korban. "Efisiensi hanya menyasar hal-hal seperti perjalanan dinas yang tidak perlu dan belanja alat kantor. Untuk layanan kepada saksi dan korban, kami pastikan tidak akan terganggu," tegasnya.
Baca Juga: HKB Masuk Rekor MURI
Komisi XIII menegaskan bahwa semangat dalam Revisi UU Perlindungan Saksi dan Korban adalah memperkuat kehadiran negara dalam mendukung pemulihan para penyintas keadilan. (*)