Jakarta, warnaberita.com - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan pentingnya percepatan penyelesaian data children registry atau registrasi anak secara nasional, khususnya untuk anak-anak dengan kondisi khusus seperti Down Syndrome.
Penegasan ini disampaikan dalam peringatan Hari Down Syndrome Sedunia 2025 yang digelar di RSAB Harapan Kita, Jakarta, Kamis (15/5/2025).
Budi menekankan bahwa proses registrasi yang saat ini dipercayakan kepada Direktur Utama RSAB Harapan Kita, dr. Ockti Palupi Rahayuningtyas, harus segera dituntaskan agar menjadi dasar kebijakan pelayanan kesehatan anak yang lebih akurat.
Baca Juga: Pemkab Badung Serahkan Bansos kepada Warga Terdampak Kebakaran di Kapal
“Database-nya harus jadi, registry-nya harus jadi. Ini harus diselesaikan cepat,” tegas Budi.
Berdasarkan data dari program Cek Kesehatan Gratis (CKG), sebanyak 400 ribu bayi baru lahir telah menjalani skrining dini untuk enam jenis penyakit, termasuk hipotiroid kongenital.
Dari jumlah tersebut, ditemukan sekitar 4.300 kasus penyakit jantung bawaan (congenital heart disease), menjadikannya kasus kedua tertinggi setelah kelainan empedu.
Baca Juga: Pemerintah Berkomitmen Terus Perbaiki Program MBG
Angka ini mewakili sekitar 1% dari total bayi yang disaring.
Sekitar 50% dari anak-anak dengan Down Syndrome juga tercatat memiliki penyakit jantung bawaan.
Dengan data yang kini telah lengkap, termasuk identitas dan alamat anak, Menkes meminta agar dilakukan penelusuran lebih lanjut untuk mengidentifikasi berapa dari 4.300 kasus tersebut juga mengidap Down Syndrome.
Baca Juga: Menteri PPPA Resmikan Ruang Bermain Ramah Anak di Kutai Timur
“Yang saya minta sekarang adalah sumber data yang betul-betul bisa menyelesaikan child registry ini,” ujarnya.
Dia juga menyebutkan bahwa penanganan Down Syndrome saat ini masih bersifat semi-paliatif karena kondisi tersebut sudah terjadi sejak lahir.
Untuk itu, pemerintah memperkuat kerja sama dengan berbagai organisasi seperti NLR dan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS), guna memperluas edukasi dan layanan di seluruh Indonesia.
Baca Juga: Menteri Ekraf Teken MoU dengan Kemenkum, Dorong Pelaku Ekraf Terus Bertumbuh
Sebagai langkah konkret, RSAB Harapan Kita ditugaskan untuk menghimpun data dari RSUD di 514 kabupaten/kota yang menangani pasien Down Syndrome.
Selain itu, rumah sakit nasional ini juga diminta untuk menyusun program pelatihan bagi dokter daerah agar kualitas layanan di luar Jakarta dapat ditingkatkan.
“Jangan hanya eksklusif di Jakarta,” tegasnya lagi.
Ia menambahkan bahwa kesenjangan layanan akibat kondisi geografis menjadi perhatian serius pemerintah.
Baca Juga: KKP dan WWF Indonesia Sepakati Kerjasama Pengelolan Kelautan Berkelanjutan
Setiap rumah sakit penerima bantuan dituntut mampu memberikan layanan optimal bagi anak-anak berkebutuhan khusus.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua POTADS, Eliza Oktavianti Rogi menyambut baik peluncuran buku “Tanya Jawab Seputar Penyakit Jantung Bayi, Anak, dan Remaja dengan Down Syndrome.”
“Kami sebagai orang tua berusaha, tapi kami juga butuh dukungan dari luar,” ujarnya.
POTADS selama ini aktif dalam memberdayakan keluarga penyandang Down Syndrome melalui edukasi dan kegiatan pendukung seperti Rumah Ceria.
Menurut data POTADS, terdapat sekitar 300 ribu penyandang Down Syndrome di Indonesia, namun baru sekitar 3.000 yang tercatat aktif dalam komunitas.
Dengan dukungan dari Kementerian Kesehatan dan Puskesmas hingga tingkat kelurahan, diharapkan semakin banyak keluarga yang mendapatkan edukasi, pendampingan, dan akses terhadap layanan kesehatan. (*)