New Delhi, warnaberita.com - Kepala BPOM Taruna Ikrar memaparkan pengalaman Indonesia dalam menghadapi tantangan percepatan persetujuan vaksin COVID-19 di ajang World Health Summit (WHS) 2025 yang berlangsung di New Delhi, India pada Jumat (25/4).
Dalam pertemuan yang diselenggarakan dengan koordinasi erat bersama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ini, Taruna Ikrar menyampaikan presentasi yang berjudul “Challenges in Expedited Approval of COVID-19 Pandemic Vaccines: BPOM Experience”.
Taruna Ikrar menekankan pentingnya regulasi yang kuat dan sistem pengawasan obat yang adaptif dalam menghadapi situasi darurat kesehatan global.
Baca Juga: Perusahaan Diminta Aktif Gelar Cek Kesehatan Gratis bagi Karyawan
"Sebagai regulator, BPOM menghadapi tantangan besar dalam era globalisasi saat ini. Produk inovatif semakin masif, belum lagi arus lalu lintas barang yang sangat dinamis, khususnya antar negara yang saat ini sangat terbuka, dan ini membuka peluang distribusi produk ilegal. Kami harus lebih cermat dan kreatif dalam menyikapi hal tersebut," ujar Taruna Ikrar dikutip dari laman BPOM, Senin (28/4).
Pertemuan Regional WHS 2025 berlangsung selama 3 hari pada 25-27 April di New Delhi, India.
Forum ini mengumpulkan para ahli, pemimpin, pemangku kepentingan dari bidang politik, ilmu pengetahuan, sektor swasta, dan masyarakat sipil dari seluruh dunia.
Baca Juga: Bertemu Menkes Amerika Serikat, Budi Gunadi Sadikin Bahas Ini
Pertemuan yang berfokus pada tema keseluruhan “Meningkatkan Akses untuk Memastikan Kesetaraan Kesehatan” ini menginspirasi solusi inovatif untuk bekerja sama dalam membangun masa depan yang lebih sehat dengan mengatasi tantangan yang paling mendesak dan mendorong kemajuan kesehatan global.
Dalam forum Regional WHS 2025, Taruna Ikrar menjadi Panelis pada High Level Panel Discussion dengan topik “Strengthening Regional Vaccine Production through Introduction of Novel Technologies and Expedited Regulatory Pathways in South-East Asia” pada World Health Summit Regional Meeting 2025.
Sesi dan panel ini dihadiri oleh pejabat senior national regulatory authority/NRA serta chief executive officer/CEO produsen dan pengembang vaksin di seluruh dunia.
Baca Juga: ICE Institute Siap Dukung Program Unggulan Ditjen Dikti
Kepala BPOM menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, BPOM memiliki mandat untuk menjamin keamanan, khasiat, dan mutu obat sejak pra-pasar hingga pasca-pasar.
Dalam masa pandemi, tantangan terbesar adalah bagaimana mempercepat proses penilaian tanpa mengorbankan aspek ilmiah dan keselamatan masyarakat.
"Selama pandemi COVID-19, kami memangkas waktu evaluasi secara drastis. Misalnya, evaluasi obat generik yang biasanya memakan waktu 150 hari kerja, kami percepat menjadi hanya 5 hari kerja. Ini kami lakukan dengan tetap menjaga prinsip kehati-hatian dan berbasis bukti ilmiah," jelasnya.
Baca Juga: UMRAH Didorong jadi Pusat Inovasi dan Solusi Kawasan
BPOM juga mempercepat proses sertifikasi fasilitas produksi dan distribusi, termasuk sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan Good Distribution Practices (GDP), serta memperkenalkan layanan digital seperti sistem Online Single Submission (OSS) untuk pendaftaran produk.
Di sisi pengawasan, BPOM telah menerapkan sistem pelacakan berbasis 2D barcode dan sedang menjalankan proyek percontohan e-labeling.
Percepatan tersebut tidak hanya terbatas pada evaluasi produk obat dan vaksin baru, namun juga mencakup pengawasan ketat terhadap distribusi vaksin donasi dan implementasi teknologi baru seperti platform mRNA.
Baca Juga: HKB Masuk Rekor MURI
Indonesia juga telah mengembangkan dan memproduksi vaksin dari berbagai platform, termasuk mRNA, vaksin inactivated, dan vaksin berbasis protein.
Taruna juga membandingkan proses pengembangan obat dan vaksin tradisional dengan jalur percepatan yang digunakan untuk pengembangan vaksin SARS-CoV-2 melalui mekanisme the emergency use authorization (EUA) atau persetujuan penggunaan dalam kondisi darurat.
“Kami ingin menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya mampu mengadopsi teknologi tinggi seperti mRNA, tapi juga memiliki pengalaman panjang dengan platform konvensional. Inilah yang memberikan kami fleksibilitas dan ketahanan dalam menghadapi kedaruratan kesehatan di masa depan,” kata Taruna.
Lebih lanjut, ia juga menyoroti pendekatan kolaboratif pentahelix antara akademisi, pelaku industri, pemerintah, masyarakat, dan media sebagai kunci sukses Indonesia dalam percepatan pengembangan vaksin.
"Peran akademisi, dukungan industri serta regulasi yang adaptif dari pemerintah ditambah dengan keterlibatan masyarakat menjadikan tiap tantangan dapat dilalui oleh kami," kisahnya.
World Health Summit 2025 ini menjadi ajang penting bagi BPOM untuk membagikan praktik terbaik dan memperkuat kerja sama internasional dalam upaya kesiapsiagaan menghadapi ancaman pandemi di masa mendatang.
"Kami percaya, regulasi yang kuat bukan hanya soal kecepatan, tapi juga soal integritas dan transparansi. Indonesia siap menjadi bagian dari solusi global," tutup Taruna. (*)